Dengan niat ingin pergi ke bank pagi-pagi, gue malah ke bank jam 12 siang. Paginya gue ketelatan karena harus ada wawancara dan hujan turun sangat deras, akhirnya gue ke bank siang-siang. Dengan keadaan belum sempat makan nasi, gue pergi ke bank. Padahal sebelum gue pergi, gue sudah mengambil nasi uduk jualan mas-mas di kampus yang bahkan gue belom bayar. ps: akhirnya nasi uduknya gue makan malam hari ketika gue sampai rumah bersama mie goreng. *oke* *yang ini gak terlalu penting*
Gue pergi memakai payung pinjeman sohib gue --lantaran gue tidak pernah membawa payung walau hujan deras datang setiap hari. Gue berjalan dengan sendal jepit swallow dan membawa ransel. Gue berjalan menuju bank yang ada di dalam kampus gue di tengah derasnya hujan dan beceknya jalanan. "huft..untung pake sendal jepit. kalo gak, basah semua kalo pake sepatu."
Gue bersyukur karena gue pakai sendal jepit, Dengan bangga gue menerobos jalanan becek penuh kenangan genangan. Gue jalan di trotoar pinggir jalan, sekali-kali berhati-hati dengan mobil yang lewat. Yah, gue kan ada kelas abis ini. Malu banget kalo masuk kelas terus baju basah kuyup semua karena kena cipratan mobil yang menyebalkan.
Gue sampai di bank dan disapa ramah oleh satpam.
"Selamat siang, ada yang bisa dibantu?"
Singkatnya gue disuruh pergi ke kantor kepolisian terdekat. Gue tersenyum dan membalikkan badan menuju pintu keluar.
Jujur aja gue rada takut harus berurusan dengan polisi. Lantaran gue belum pernah bertemu secara empat mata. Kalo di lampu merah ada razia sih emang pernah, tapi ini suatu interaksi yang berbeda. Gue merasa akan seperti di drama-drama atau film yang gue tonton. Di interogasi polisi-polisi sangar dan berkumis. Atau mungkin kalo gue beruntung, gue bisa diinterograsi sama polisi tampan.
Gue sedih karena dengan waktu yang sedikit gue harus menyelesaikan semua urusan gue. Dan by the way gue ada kuliah jam 2.
Sekitar jam 1, gue ke bapak polisi yang ada di kantor keamanan kampus gue. Ketika sampai di tempat, gue langsung bertanya dengan satpam disana,
"ohh iya, ini masuk aja lurus terus belok kanan."
"ohh, makasih ya pak." gue melipat payung gue lalu masuk ke dalam kantor tersebut.
Sesampainya didalam, gue langsung melihat meja resepsionis dan menanyakan mba-mba disana. Dengan senyum cengengesan gue malah disamber sama mba-mba yang super jutek. Kayaknya mbanya lagi PMS.
"Lohh kamu masuk dari mana??!" kata si mba dengan nada tinggi, gue kaget super kaget. Udah ujan-ujanan dan takut gue masuk sini, eh malah disamber mba-mba yang super nggak nyantai.
"Dari situ mba," gue menunjuk pintu yang baru saja gue lewati dengan muka setengah kaget dan cengengesan.
"Lohh, pintu depannya kan disitu!"
"Ohalah...iya-iya mba.." gue bener-bener speechless gak tau lagi mau ngomong apa. Tapi untungnya, tepat disebelah si mba jutek, ada mba yang ramah.
"Ada apa mba?" sahut si mba ramah.
Si mba ramah menunjuk ruangan persis di depan meja resepsionis yaitu ruang kepolisian. Gue langsung berterima kasih dan buru-buru ngacir ke ruangan yang ditunjuk.
Sampai di ruangan gue langsung bertemu dengan dua orang polisi. Yang satu paruh baya, dan satunya lagi sepertinya masih umur 30an.
Gue langsung duduk di samping meja yang diduduki si bapak polisi yang berumur 30an. Tepat di depannya terdapat komputer dan mesin pencetak kertas alias printer.
Tak lama kemudian, Alhamdulillah langsung kelar cepat, dan gue pergi dengan mengucapkan terima kasih kepada dua bapak tersebut. Untunglah gue tidak di interograsi seseram itu. Kemudian, gue melewati bapak satpam dengan bilang terima kasih. Tapi apa daya, hanya hening yang gue dapatkan. Kayaknya suara gue emang kecil banget, soalnya si bapak gak nengok pas gue bilang gitu. Sedih.
Gue kemudian langsung bergegas ke bank yang tadi. Di tengah perjalanan menuju bank, gue sudah memiliki firasat tidak enak. Gue sedikit protes karena lumayan lelah untuk bolak-balik di tengah hujan dan kondisi kelaparan. Gue berpikir sambil jalan menunduk, "kalo sendal gue copot, seriusan gue sial banget."
Dan gak lama kemudian, sendal gue putus. Oh God. Ini cobaan banget. Gue ngakak tapi juga sedih.
Gue menyeret kaki gue yang kanan, mencoba menjepit jari-jari gue ke ujung depan sendal. Berusaha untuk berjalan tapi alhasil gagal karena gue malah kesandung karena sendalnya kebalik *kebayang gak sih ini, sendalnya kebalik?
Intinya gue berjalan sambil nyeret kaki kanan gue dan memasuki gedung yang ada bank tadi. Gue setengah tertawa tapi tertawa miris gitu. Ketika gue memasuki gedung dan melihat satpam dan orang-orang sekeliling gue, gue tau semua orang ngeliatin. Tapi apa daya gue harus ke bank dan menahan rasa memalukan sekaligus memilukan ini. Gue menggulung payung yang basah dan kemudian masuk ke bank.
"Tadi udah ambil nomor antrian belum?" ya Tuhan, tau gitu gue ngambil nomor antrian dulu tadi.
"Belom mas." gue sadar si mas satpam merhatiin payung basah yang gue bawa.
"Payungnya bisa di taruh di depan ya mba."
"Ohh iya mas, tapi ada payung yang warnanya sama. Nanti kalo ketuker gimana?!"
"Ditandain aja mba."
Daripada berdebat karena hal perpayungan ini, gue keluar pintu dan ceritanya sok-sok mau naro payung di tempat payung yang udah disedian. Tapi gue gak mau menaruh payung disitu. Firasat gue sudah tidak enak. Kalo entar orang salah ambil payung gimana cui?! Ngga ngga. Ini payung temen gue, gue gak mau gantiin payung. Payung harganya mahal. Beli payung buat diri sendiri aja gak mau beli. Ini lagi kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, pasti pak satpam gak mau gantiin payungnya juga kan??
Dan akhirnya gue melipat payung dan menaruhnya di dalam tas gue. Biarkan saja tas gue yang basah daripada gue harus ganti payung.
Gue kembali masuk ke bank dan duduk di sofa. Waktu menunjukkan pukul 1 lewat 26 menit. Urutan nomor gue 91 dan masih nomor 75. Gue sangat tidak yakin akan bisa masuk kelas tepat waktu jam 2. Gue berpikir kalau 1.45 masih belum urutan 91, gue pergi.
13.44
masih 5 antrian lagi. Gue memutuskan untuk menunggu hingga pukul 14.00 dan pada akhirnya gue dipanggil ke meja custumer service.
Jangan lupakan, gue berjalan dengan menyeret kaki kanan gue.
Gue disambut mba-mba CS dengan senyumnya si mba yang setengah tertawa,
"kenapa kakinya??"
Guepun tertawa dan berkata, "Iya mba sendal saya putus."
"Hahahhahaha" seriusan mbanya ketawa ngakak.
"Iya mba tadi saya jalan terus tiba-tiba putus. Soalnya ujan, jadi saya pakai sendal jepit."
"Ya ampuun....."
Gue hanya bisa cengengesan.
"Jadi ada yang bisa dibantu?"
Singkatnya, gue mengurus ATM gue.
"Terus abis ini kemana?" kata si Mba CS.
"Saya abis ini ada kelas sih mba jam 2."
"Loh terus gimana sendalnya?" si mba mulai bersimpati. "Jadi gak konsen dong di dalam kelas?"
"Gapapa mba, saya bawa sepatu. Ada di teman saya. Nanti dibawain. Yaudah ya mba, makasih."
Gue pun berjalan membalikkan badan gue dan kembali menyeret kaki kanan gue. Dan gue masih ingat si mba ketawa ngakak pas gue berjalan menjauhi meja dia. Dia super ngakak dan berkata, "Maaf maaf. Gak bermaksud ngetawain kok!!!" Si mba buru-buru mengklarifikasi bahwa dia gak menertawakan sendal gue yang putus ini. "hahahahha, gak papa kok mba." gue berjalan hingga bertemu satpam dan kembali ditanyakan kenapa gue berjalan layaknya zombie di film-film.
Keluar dari gedung, gue langsung mencopot sendal gue dan berjalan tanpa si sendal alay itu. Kaki kiri pakai sendal, dan kaki kanan nyeker. Gue udah gak peduli lagi dan berjalan rada cepat karena gue harus kelas pukul 2. Untung saja jarak dari gedung bank tadi dengan gedung kelas gue tidak terlalu jauh. Ketika sampai di gedung kelas, gue memutuskan untuk melepas kedua sendal dan naik tangga rada cepat. Gue membuka hape dan membaca chat yang bilang kalo dosennya terlambat. Gue setengah lega. Pada akhirnya gue masuk dengan keadaan nyeker dan bertemu kedua teman gue dengan tertawa yang rada miris.
"YaAllah ini anak beneran nyekerr!!!" ucap teman gue diiringi tawaan kami semua.
***
Pesan moral dari postingan ini: jangan lupa kalo lu keluar rumah pakai sendal jepit, bawa cadangan sepatu ya :)
Pesan moral dari postingan ini: jangan lupa kalo lu keluar rumah pakai sendal jepit, bawa cadangan sepatu ya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar